Monday, March 13, 2017

Watashi wa Tookoodai no ryugakusei desu (#1)

First Impression of Japan

Alhamdulillah, sudah sebulan menjadi mahasiswa lagi. Di kampus Tokyo Kogyo Daigaku (Tokodai), atau dalam bahasa Inggris: Tokyo Institute of Technology, kampus institut teknologi negeri di Jepang.

Menjadi mahasiswa Ph.D di kampus ini, didahului dengan beberapa persiapan yang cukup panjang dan matang. Mungkin satu hal yang tidak sempat saya persiapkan adalah: belajar bahasa Jepang.

Menarikkah kuliah di kampus ini? Saya belum bisa cerita banyak. Tapi dari kelas bahasa Jepang intensif yang saya ikuti :... I like it.

Untuk menumbuhkan minat anda untuk belajar ke negeri Sakura, akan saya share beberapa nilai plusnya.

Pelayanan administratif di Jepang yang berorientasi pelanggan. 

Sejak datang di Bandara (Imigrasi), menaiki moda transportasi (bus atau kereta), sampai kepada pelayanan administrasi di kampus dan kantor lurah (Ward Office) dan bank, sangat mengutamakan "Pelayanan Prima" bagi masyarakat yang dilayani. Termasuk kepada orang-orang Indonesia. (Jadi lupa kalau nenek kakek kita pernah dijajah mereka). Customer satisfaction. Mulai dari petugas imigrasi, sangat ramah melayani proses kedatangan di Jepang.

Kebersihan lingkungan sangat diperhatikan. 

Sampah dipisahkan antara yang bisa didaur ulang, dan sampah yang dibakar/sampah rumah tangga. Sampah berbahaya juga dibuang dengan cara dibungkus yang rapi sehingga tidak membahayakan orang lain, seperti pecahan kaca, logam. Buku/majalah bekas yang akan dibuang, diikat yang rapi. Botol air mineral dipisahkan tersendiri, dan juga kaleng minuman atau kotak minuman. Pengangkutan sampah terjadwal, jenis sampah diangkut sesuai dengan harinya, misalnya senin sampah plastik, selasa sampah kaleng, dst. Cari tong sampah umum di sini.... susah.  Di stasiun aja tidak ada. Tapi tidak tampak sampah berserakan.

Antri dengan tertib


Budaya antri dan tidak menyerobot, diamalkan di setiap tempat. Antri naik bis, naik kereta, bayar kasir di supermarket, kantin, bank, bahkan antri untuk mendapatkan taksi ketika larut malam setelah turun dari kereta. Mendahulukan yang keluar, seperti mau masuk kereta atau lift. Mobil antri di lampu merah atau zebra cross, mendahulukan pejalan kaki. Berhenti di belakang garis stop, walaupun jaraknya jauh dari posisi lampu merah. Antri di super market atau peron kereta pun, sudah ada garis batas antriannya.

Tidak mau menyusahkan/mengganggu orang lain.

Misalnya di kereta, tidak mau menyenggol maupun tersenggol orang lain. Kalau kita tidak sengaja menyenggol orang lain, maka dia akan bergeser tempat, mungkin menganggap tempat kita terlalu sempit sehingga butuh ruang tambahan, maka dia yang bergeser. Mungkin terlihat seperti paham individualistis, tidak mau bersinggungan dengan orang lain.

Suka membantu sampai beres urusan.

Kalau dimintai bantuan, tidak segan-segan membantu. Ketika baru datang, saya naik bus dari bandara Haneda menuju stasiun kerta Tama Plaza. Saat sampai di pos perhentian bis, saya diminta menunggu di antrian depan posisi pintu masuk bis dan meninggalkan 2 koper yang berat-berat. Kemudian petugasnya yang mengangkat/menggeserkan koper tersebut ke pinggir jalan di posisi bagasi bis. Sampai di Tama Plaza, saya bingung mau naik kereta, di mana beli tiketnya, dan di mana pintu masuk stasiunnya. Waktu itu masih pagi hari, kira-kira jam 6.05 waktu Jepang. Saya masuk ke ruangan tempat mesin yang menjual karcis. Tapi saya bingung karena tulisan "pagar rusak" semua. Dan ada pilihan tujuan beserta angkanya. Tambah bingung lagi, kenapa di atas 1000 Yen, padahal menurut petunjuk yang dikirim oleh pihak kampus, dari stasiun tersebut ke stasiun tujuan saya (terdekat dengan asrama mahasiswa) cuma sekitar 100-200 yen. Kemudian saya bertanya kepada 2 orang gadis yang kebetulan mungkin akan pergi sekolah (perkiraannya bisa bahasa Inggris). Ternyata orang jepang banyak yang tidak bisa bahasa Inggris.

No comments:

Post a Comment